Ryan Adriandhy Tak Jadikan ADHD Hambatan, Sukses Bikin Jumbo

Ryan Adriandhy Tak Jadikan ADHD Hambatan, Sukses Bikin Jumbo
Komika sekaligus sutradara film animasi Jumbo, Ryan Adriandhy, berbagi kisah masa kecilnya yang berbeda dari anak-anak lainnya. Ia mengaku sempat mengalami perundungan saat duduk di bangku Sekolah Dasar, terutama karena penampilan fisiknya yang dianggap berbeda dan kondisi ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang dialami sejak kecil.
"Iya jadi ada bully-bully-an verbal gitu. Dulu aku kayaknya puber lebih awal ya, jadi di angkatanku tuh masih SD, tapi aku duluan yang punya tumbuh bulu-bulu tipis seperti kumis gitu. Jadi kesannya tua duluan gitu, dan itu sering diejak-ejek duluan," ungkap Ryan ditemui di Studio Trans TV, Jakarta Selatan, kemarin.
Meski mengidap ADHD, Ryan tidak menjadikannya sebagai hambatan. Ia justru mencoba memahami kondisinya dan mencari cara terbaik untuk mengelolanya.
"Aku nggak terlalu bilang banyak sih, tapi aku kasih tahunya ada kondisinya yang pengin lebih tahu saja gimana cara manage-nya," katanya.
Ryan juga membagikan pandangannya bagi para orang tua yang memiliki anak dengan ADHD. Ia menekankan pentingnya empati dan memahami bahwa kondisi tersebut bukanlah kesalahan anak.
"Dicari penyalurannya, sama mungkin orang nggak perlu tahu bahwa kesulitan mereka fokus, atau mungkin energi mereka yang berlebihan, atau perhatian mereka yang gampang berpindah, itu sebenarnya bukan salah mereka. Memang ada kondisi di kimia otaknya, yang memang membuat mereka punya kondisi tersebut. Jadi ya dengan empati saja sih, tetap diarahkan," bebernya.
Menariknya, Ryan mengungkap bahwa meskipun ADHD tidak secara langsung menginspirasi pembuatan film Jumbo. Namun, kondisinya itu justru menjadi kekuatan tersendiri dalam proses kreatifnya.
"Kalau membuat Jumbo, memang sebenarnya campurannya, karena itu animasi sudah jadi kecil-kecil, tapi mungkin justru ADHD itu menjadi sebuah pelengkap justru ya," jelasnya.
Ryan menambahkan bahwa proses kerja di dunia animasi yang penuh variasi justru sesuai dengan ritme fokusnya. Terlebih dirinya mengalami masalah mental ADHD.
"Karena aku jadi punya fokus yang panjang. Karena film animasi itu pindah-pindah fase, ada proses rekaman suara, ada proses gambar storyboard, ada proses bikin animasinya, ada proses rendernya. Jadi nggak monoton kerjanya, mungkin itu jadi tempatku yang lebih cocok," pungkasnya.
Tidak ada komentar